IKATAN      TERAPIS      WICARA      INDONESIA

M E N U  :

 

 

 

 

 

ANGGARAN RUMAH TANGGA

IKATAN TERAPIS WICARA INDONESIA

( I K A T W I )

BAB I

BADAN PENYELENGGARA ORGANISASI

Pasal 1

Musyawarah Nasional

A. Kedudukan:

1.      Musyawarah Nasional merupakan Badan Legislatif tertinggi IKATWI.

2.      Musyawarah Nasional merupakan musyawarah di antara Pengurus Harian Pusat, Utusan Wilayah, Ketua Ikatan atau yang mewakilinya dan Peninjau.

3.      Peserta Musyawarah Nasional adalah Pengurus Harian Pusat, Utusan Daerah, Pengurus Ikatan, Peninjau dan Undangan.

4.      Keputusan-keputusan yang diambil dalam Musyawarah Nasional mulai berlaku sejak ditetapkan dan berlaku selama belum ada pencabutan atau perubahan oleh Musyawarah Nasional yang diadakan kemudian.

5.      Dalam keadaan luar biasa, Musyawarah Nasional dapat diadakan sewaktu-waktu atas usul dua per lima utusan wilayah.

6.      Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional bersifat mengikat bagi seluruh anggota.

B. Kekuasaan dan Kewenangan:

1.      Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Garis-garis Besar Haluan Organisasi dan Program Kerja IKATWI.

2.      Menilai pertanggungjawaban Ketua Umum Pengurus Pusat IKATWI dalam melaksanakan amanat Musyawarah Nasional dengan kriteria penilaian diterima, diterima dengan catatan atau ditolak.

3.      Memilih Ketua Umum dan melaksanakan pelantikan Ketua Umum untuk periode selanjutnya.

C. Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan:

1.      Musyawarah Nasional diselenggarakan sekali dalam lima tahun.

2.      Penyelenggaraan Musyawarah Nasional menjadi tanggung jawab Ketua Umum Pengurus Pusat.

3.      Ketua Umum membentuk dan mengesahkan Panitia Penyelenggara Musyawarah Nasional yang terdiri atas Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana Musyawarah Nasional.

4.      Isi dan susunan acara Musyawarah Nasional ditetapkan oleh Pengurus Pusat dengan memperhatikan saran-saran dari Daerah dalam Rapat Kerja yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Musyawarah Nasional.

5.      Acara inti Musyawarah Nasional sekurang-kurangnya meliputi:

    (1). Laporan pertanggungjawaban Ketua Umum yang sekurang-kurangnya              meliputi kebijakan Pengurus Pusat, Organisasi, pelaksanaan program   

          kerja dan keputusan-keputusan lain dan keuangan organisasi.

(2). Setelah laporan pertanggungjawaban Ketua Umum dinilai oleh masing-masing wilayah, maka Ketua Sidang menyatakan Pengurus Pusat IKATWI domisioner.

(3). Pemilihan dan pelantikan Ketua Umum periode selanjutnya.

(4). Pembahasan masalah-masalah yang dihadapi organisasi.

(5). Penetapan Garis Besar Haluan Organisasi dan Program Kerja untuk Pengurus Pusat periode selanjutnya.

(6). Penetapan tempat penyelenggaraan Musyawarah Nasional berikutnya

6.      Selama Musyawarah Nasional berlangsung dapat diadakan kegiatan-kegiatan selain yang telah ditentukan sebagai acara Musyawarah Nasional pada butir 6 di atas selama tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan organisasi dan tidak mengganggu jalannya Musyawarah Nasional.

7.      Bersamaan dengan diselenggarakannya Musyawarah Nasional, sedapat mungkin diadakan Pertemuan Ilmiah yang pelaksanaannya tidak mengganggu jalannya acara inti Musyawarah Nasional dan proporsional dengan acara inti Musyawarah Nasional.

8.      Sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum Musyawarah Nasional dilakukan, Pengurus Pusat wajib menyelenggarakan Pra Musyawarah Nasional.

9.      (1) Sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sebelum Musyawarah Nasional dilaksanakan (sesuai tanggal dengan pengiriman), undangan, acara dan rancangan keputusan Musyawarah Nasional sudah harus dikirim oleh Pengurus Pusat dengan menggunakan sarana pengiriman yang tercepat.
(2) Sekurang-kurangnya 2 (dua) minggu sebelum Musyawarah Nasional dilaksanakan (sesuai dengan tanggal pengiriman), laporan pertanggungjawaban Ketua Umum IKATWI Pusat sudah harus dikirimkan oleh Pengurus Pusat dengan menggunakan sarana pengiriman yang tercepat.

D. Peserta :

1.      Pengurus Harian Pusat

2.      Peninjau, adalah anggota IKATWI yang diusulkan oleh Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah kepada Panitia Pelaksana Musyawarah Nasional dan dapat mengikuti sidang pleno maupun sidang komisi.

3.      Undangan, hanya dapat hadir dalam sidang pleno organisasi.

4.      Utusan, ditentukan oleh Rapat Pengurus Wilayah dengan ketentuan:

(1)    Sudah menjadi anggota Ikatan minimal 1 tahun.

(2)    Sudah melunasi iuran sampai saat Musyawarah  Nasional dilaksanakan.

(3)    Tidak sedang terkena sanksi organisasi.

Jumlah utusan yang berhak mewakili wilayah ditentukan sesuai dengan proporsi jumlah anggota wilayah yang sudah melunasi iuran sampai dengan saat pelaksanaan Musyawarah Nasional, yaitu sebagai berikut:

1 - 5 anggota lunas iuran berhak mengirim 1 (satu) orang utusan

6 - 10 anggota lunas iuran berhak mengirim 2 (dua) orang utusan

11 -20 anggota lunas iuran berhak mengirim 3 (tiga) orang utusan

21-40 anggota lunas iuran berhak mengirim 4 (empat) orang utusan

41-60 anggota lunas iuran berhak mengirim 5 (lima) orang utusan

>60 anggota lunas iuran berhak mengirim 6 (enam) orang utusan

E. Keabsahan:

1.      Musyawarah Nasional dianggap sah apabila dihadiri oleh setengah jumlah wilayah mengirimkan utusannya dan pada saat penghitungan kuorum dihadiri oleh paling sedikit oleh dua pertiga dari jumlah utusan yang sudah terdaftar pada Panitia Pelaksana Musyawarah Nasional.

2.      Bila persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka Musyawarah Nasional diundurkan selama 60 menit atas persetujuan Utusan wilayah yang telah hadir dan setelah itu Musyawarah Nasional dianggap sah dengan jumlah Utusan wilayah yang hadir pada saat itu.

F. Hak Suara:

1.      Hak suara untuk mengambil keputusan hanya dimiliki oleh utusan yang mendapat mandat resmi dari Daerah, satu utusan memiliki satu suara.

2.      Pengurus Pusat dan badan kelengkapan organisasi hanya mempunyai hak bicara.

G. Tata Tertib:

Musyawarah Nasional diselenggarakan mengikuti tata tertib yang disusun dalam Rapat Kerja untuk persiapan Musyawarah Nasional dan disahkan dalam Musyawarah Nasional.

H. Hal hal yang belum tercantum dalam ketentuan ini, akan diatur dalam suatu peraturan tersendiri, sepanjang tidak bertentangan dengan AD/ART.

 

Pasal 2

Musyawarah Wilayah

A. Kedudukan:

1.      Musyawarah wilayah (Muswil) adalah badan legislatif pada Daerah Tingkat I/Propinsi atau Daerah Tingkat II/Kabupaten.

2.      Keputusan-keputusan yang diambil dalam Muswil mulai berlaku sejak ditetapkan dan berlaku selama belum ada pencabutan atau perubahan oleh Muswil yang diadakan kemudian sejauh tidak bertentangan dengan AD/ART.

3.      Keputusan-keputusan Muswil bersifat mengikat bagi seluruh anggota di tingkat wilayah.

B. Kekuasaan dan Kewenangan:

1.      Membahas dan menetapkan keputusan untuk mengatasi masalah yang dihadapi wilayah.

2.      Menetapkan usulan bagi pengurus wilayah.

3.      Menilai laporan pertanggungjawaban Ketua wilayah dalam melaksanakan program kerja serta amanat Muswil.

4.      Memilih Ketua wilayah.

C. Peserta :

1.      Muswil dihadiri oleh Pengurus wilayah, Pengurus Pusat, anggota perorangan, peninjau dan undangan yang ditetapkan oleh Pengurus wilayah.

2.      Anggota perorangan adalah anggota di wilayah yang bersangkutan.

D. Ketentuan-ketentuan Penyelenggaraan:

1.      Muswil diselenggarakan sekali dalam tiga tahun.

2.      Penyelenggaraan Muswil menjadi tanggung jawab Ketua wilayah.

3.      Panitia Pelaksana Muswil ditetapkan oleh Ketua wilayah dengan diketahui oleh Pengurus wilayah.

4.      Tatacara pencalonan Ketua wilayah sudah harus diberitahukan kepada seluruh anggota wilayah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan Muswil.

5.      Isi dan susunan acara Muswil ditetapkan oleh Pengurus wilayah dan Panitia Pelaksana Muswil dengan mempertimbangkan saran-saran anggota.

6.      Acara inti Muswil sekurang-kurangnya meliputi:
(1)  Laporan pertanggungjawaban Ketua wilayah yang sekurang-kurangnya meliputi  kebijakan Pengurus wilayah, pengelolaan organisasi, pelaksanaan program kerja  dan usulan pengembangan serta keuangan organisasi.
(2) Pemilihan Ketua wilayah periode selanjutnya.
(3) Pembahasan masalah-masalah yang dihadapi organisasi.

7.      Selama Muswil berlangsung dapat diadakan kegiatan-kegiatan selain yang telah ditentukan sebagai acara Muswil pada butir 6 di atas, selama tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan organisasi dan tidak mengganggu jalannya Muswil.

8.      Selambat-lambatnya 3 (lima) minggu sebelum Muswil dilaksanakan, pemberitahuan, tatatertib Muswil sudah harus dikirim oleh Pengurus wilayah kepada peserta Muswil dan Pengurus Pusat.

E. Keabsahan:

1.      Muswil dianggap sah bila setengah jumlah anggota wilayah sebagai peserta hadir pada saat penghitungan kuorum.

2.      Bila persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka Muswil diundurkan paling lama 30 menit dan atas persetujuan anggota yang telah hadir, Muswil dapat dianggap sah dengan jumlah anggota wilayah sebagai peserta yang hadir pada saat penghitungan kuorum.

3.      Keputusan-keputusan yang ditetapkan dalam Muswil dilaporkan kepada Pengurus Pusat selambat-lambatnya 2 minggu setelah Muswil untuk disahkan.

F. Hak Suara dan Hak Bicara:

1.      Hak suara dan hak bicara hanya dimiliki oleh anggota wilayah yang bersangkutan.

2.      Pengurus Pusat  hanya memiliki hak bicara.

3.      Undangan tidak mempunyai hak suara maupun hak bicara.

G. Tata Tertib:

1.      Muswil diselenggarakan mengikuti tata tertib yang disusun dalam Rapat Pengurus wilayah dan disahkan dalam Muswil.

2.      Muswil dibuka dan dipimpin oleh Ketua wilayah sampai dengan saat terpilihnya Ketua dan Sekretaris Sidang Muswil.

3.      Ketua dan Sekretaris Muswil dipilih dari peserta yang hadir .

4.      Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini, ditetapkan oleh Muswil dalam suatu peraturan tersendiri sepanjang tidak bertentangan dengan AD/ART.

 

BAB II

TINGKAT PELAKSANA ORGANISASI

Pasal 3

Pengurus Pusat

A. Status:

1.      Pengurus Pusat adalah Badan Eksekutif tertinggi IKATWI di tingkat pusat. Pengurus Pusat terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.

2.      Masa jabatan Pengurus Pusat adalah 5 (lima) tahun.

3.      Pengurus Pusat dipimpin oleh Ketua Umum dan hanya dapat menjabat berturut-turut maksimal 2 (dua) kali masa kepengurusan.

4.      Pengurus Harian Pusat terdiri atas seorang Ketua Umum, Wakil-wakil Ketua Umum, seorang Sekretaris Jenderal, seorang Wakil Sekretaris Jendral, seorang Bendahara Umum dan seorang Wakil Bendahara, yang kesemuanya itu tidak dapat merangkap jabatan lain dalam kepengurusan organisasi IKATWI.

B. Lingkup Tugas Pengurus Pusat.

1.      Pusat Koordinasi kegiatan IKATWI  wilayah.

2.      Menetapkan kebijakan organisasi yang bersifat umum yang berlaku di tingkat Pusat dan wilayah.

3.      Melaksanakan program kerja, termasuk pemantauan dan evaluasinya.

4.      Melaksanakan amanat Musyawarah Nasional dan kegiatan organisasi berdasarkan AD/ART.

5.      Menjadi pusat informasi dan dokumentasi, sehingga dapat memasok kebutuhan wilayah.

C. Kekuasaan dan wewenang:

1.      Melaksanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta semua keputusan yang telah ditetapkan dalam Musyawarah Nasional.

2.      Menyebarkan informasi kepada seluruh Pengurus wilayah mengenai kegiatan pengurus pusat, pengambilan keputusan organisasi ataupun penyesuaian atas pelaksanaan keputusan Musyawarah Nasional.

3.      Mengatur, mengkoordinasikan dan mendinamiskan wilayah.

4.      Melalui Ketua Umum, mempertanggungjawabkan kegiatan kepada Musyawarah Nasional berikutnya.

5.      Memantapkan pusat informasi dan dokumentasi yang dibutuhkan oleh wilayah.

6.      Menjalin dan membina hubungan baik dengan berbagai instansi/lembaga di dalam ataupun di luar negeri.

7.      Menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program Kerjanya dan amanat Musyawarah Nasional di hadapan Sidang Musyawarah Nasional.

8.      Membentuk Badan Khusus/Panitia Ad-Hoc yang diserahi penyelenggaraan tugas-tugas khusus, bilamana diperlukan.

9.      Membuat Surat Keputusan sepanjang tidak bertentangan dengan AD/ART Organisasi.

D. Ketua Umum diusulkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1.      Terdaftar sebagai anggota IKATWI yang selama menjadi anggota telah membuktikan usahanya untuk mengembangkan organisasi IKATWI.

2.      Tidak pernah terkena sanksi organisasi.

3.      Sudah menjadi anggota IKATWI sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun.

4.      Melunasi iuran keanggotaan tanpa terputus sejak mulai menjadi anggota IKATWI.

5.      Tidak sedang menjabat sebagai ketua wilayah.

6.      Pernah duduk sebagai pengurus IKATWI sedikitnya selama 3 (tiga) tahun.

7.      Mampu menjalin hubungan luas di dalam maupun luar negeri.

8.       Memiliki visi dan misi bagi pengembangan kualitas organisasi.

9.       Mengajukan program kerja sebagai penjabaran visi dan misi, yang sesuai dengan rencana induk organisasi.

10.   Menyatakan kesediaan untuk dicalonkan dan kesanggupannya untuk aktif dalam kepengurusan.

11.  Dicalonkan oleh utusan wilayah.

12.  Hadir dan mempresentasikan visi dan misinya di hadapan Musyawarah Nasional.

E. Tata Cara Pengelolaan:

1.      Ketua Umum yang dikukuhkan Musyawarah Nasional selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah Musyawarah Nasional, sudah mengumumkan susunan pengurus lengkap tingkat Pusat kepada anggota melalui Pengurus wilayah.

2.      Pengurus Pusat menjalankan tugasnya segera setelah dilakukan serah terima dengan Pengurus Pusat demisioner.

3.      Serah terima kepengurusan tingkat pusat harus telah dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah Musyawarah Nasional berakhir.

4.      Jika terjadi lowongan jabatan Ketua Umum, yang karena berhenti atau suatu hal tidak dapat menjalankan tugasnya dalam tenggang masa jabatan, maka tugas dan wewenang Ketua Umum Pengurus Pusat dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua yang dipilih diantara para Wakil Ketua itu sendiri dan wajib dalam waktu selambat-lambatnya lima bulan menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa untuk memilih Ketua Umum yang baru..

5.      Untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari, Pengurus Pusat membuat Pedoman dan Pembagian Tugas serta Wewenang antara anggota Pengurus Pusat.

6.      Ketua Umum berwenang mewakili organisasi dan/atau menunjuk anggota Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, lembaga Terapi Wicara, dan anggota IKATWI perorangan dalam berhubungan dengan lembaga lain atas persetujuan rapat pengurus.

 

Pasal 4

Sumpah / Janji Ketua Umum

Sumpah / Janji Ketua Umum :

Demi Tuhan Saya bersumpah / Saya berjanji dengan sesungguh-sungguhnya, bahwa Saya untuk menjadi Ketua Umum IKATWI langsung atau tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan apapun ataupun sesuatu yang bertentangan dengan Kode Etik Terapi Wicara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa Saya untuk melakukan atau tidak melakukan, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah / berjanji akan memenuhi kewajiban sebagai Ketua Umum dengan sebaik-baiknya, memegang teguh ketentuan Organisasi dan Etika Profesi dengan selurus-lurusnya, dalam ikatan yang sungguh-sungguh untuk mendorong organisasi bagi kepentingan keilmuan dan kemanusiaan pada nusa, bangsa, dan tanah air Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 5

Rapat Pengurus Pusat

1.      Rapat Pengurus Pusat merupakan rapat pengurus Harian di tingkat Pusat.

2.      Rapat Pengurus Pusat dilakukan secara rutin setidak-tidaknya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.

Pasal 6

Rapat Kerja Nasional

A. Kedudukan:

1.      Rapat Kerja Nasional adalah rapat Pengurus Pusat yang dihadiri oleh segenap kelengkapan organisasi pada tingkat Pusat serta Ketua dan utusan wilayah.

2.      Rapat Kerja Nasional, bertujuan membahas implementasi program kerja amanat Musyawarah Nasional, menyempurnakan dan memperbaikinya untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan berjalan.

3.      Rapat Kerja Nasional terakhir dalam satu periode kepengurusan merupakan Rapat Kerja persiapan Musyawarah Nasional.

B. Ketentuan Penyelenggaraan:

1.      Penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional menjadi tanggung jawab Pengurus Pusat.

2.      Rapat Kerja Nasioanal harus sudah diselenggarakan pada tahun pertama periode kepengurusan dan pada tahun selanjutnya dapat diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah wilayah.

3.      Rapat Kerja Persiapan Musyawarah Nasional harus dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional.

4.      Undangan untuk mengikuti Rapat Kerja Nasioanal harus sudah dikirimkan ke Pengurus wilayah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Rapat Kerja dilaksanakan dengan menggunakan sarana pengiriman tercepat.

5.      Setiap wilayah berhak mengirimkan 1 (satu) orang utusan selain Ketua wilayah dan masing-masing memiliki hak bicara dan hak suara, serta sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota sebagai peninjau yang hanya memiliki hak bicara

6.      Utusan wilayah dalam Rapat Kerja Pra Musyawarah Nasional adalah bagian dari utusan pada Musyawarah Nasional yang akan datang.

7.      Acara inti Rapat Kerja Biasa sekurang-kurangnya meliputi : laporan Pengurus Pusat mengenai pelaksanaan program kerja sesuai amanat Musyawarah Nasional.

8.      Acara inti Rapat Kerja Persiapan Musyawarah Nasional sekurang-kurangnya meliputi laporan Pengurus Pusat mengenai persiapan Musyawarah Nasional.

C.     Tata tertib Rapat Kerja disusun oleh Pengurus Pusat dengan memperhatikan usul wilayah dan disahkan dalam Rapat Kerja tersebut.

D.     Hal-hal yang belum tercantum dalam ketentuan ini, diatur dalam suatu peraturan tersendiri, sepanjang tidak bertentangan dengan AD/ART.

Pasal 7

Pengurus Wilayah

A. Status:

1        Pengurus wilayah adalah Badan Eksekutif di tingkat wilayah

2        Dalam satu daerah Tingkat I hanya terdapat 1 (satu) Pengurus wilayah.

3        Pembentukan pertama kepengurusan di suatu Daerah baru, dapat dilakukan apabila sekurang-kurangnya terdapat 5 ( lima ) anggota yang berdomisili di wilayah tersebut.

4        Pembentukan pertama Pengurus wilayah tersebut diajukan atas inisiatif anggota dalam wilayah tersebut melalui permohonan yang ditujukan kepada Pengurus Pusat.

5        Tembusan surat permohonan pembentukan pengurus wilayah baru, wajib dikirimkan kepada pengurus wilayah tempat asal keanggotaan masing-masing.

6        Masa jabatan Pengurus wilayah berlangsung selama 3 (tiga) tahun.
Pengurus wilayah sekurang-kurangnya terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.

7        Bentuk susunan Pengurus wilayah adalah sesuai dengan bentuk susunan Pengurus Pusat, dengan variasi sesuai kebutuhan wilayah setempat.

8        Jika Ketua wilayah dalam tenggang masa jabatannya karena satu dan lain hal tidak dapat menjalankan tugasnya, maka tugas dan wewenang Ketua wilayah wajib dijalankan oleh Wakil Ketua wilayah.

B. Lingkup Tugas Pengurus wilayah.

1.      Mengkoordinasikan kegiatan dan pelaksanaan program kerja organisasi di tingkat wilayah.

2.      Menetapkan kebijakan wilayah yang sejalan dengan kebijakan pengurus pusat dan berdasarkan atas AD/ART.

3.      Melaksanakan program kerja, amanat dan keputusan Muswil.

4.      Menjadi pusat informasi dan dokumentasi, untuk kebutuhan anggota dalam kaitan dengan program kerja wilayah.

5.      Mengajukan usulan untuk program kerja dan atau rencana induk jangka panjang organisasi kepada pengurus Pusat untuk diajukan dalam Musyawarah Nasional.

C. Kekuasaan dan wewenang:

1.      Melaksanakan keputusan keputusan Musyawarah Nasional dan Muswil.

2.      Mengadakan pemantauan terhadap masalah dan/atau praktek profesi di tingkat wilayah.

3.      Melakukan pendataan kegiatan pelayaanan jasa Terapi Wicara di tingkat wilayah.

4.      Melakukan kegiatan bagi anggota yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa Terapi Wicara yang dilakukan oleh para anggota.

5.      Menjalin hubungan baik dengan berbagai instansi/lembaga di tingkat wilayah di dalam dan luar negeri berkaitan dengan pelaksanaan program kerjanya.

6.       Bila dianggap perlu, Pengurus wilayah dapat membentuk kelengkapan organisasi tingkat Daerah/Badan khusus di tingkat wilayah.

7.      Membentuk cabang yang berfungsi membantu kelancaran pelaksanaan program kerja wilayah.

8.      Menyampaikan laporan tahunan kepada Pengurus Pusat mengenai kondisi organisasi wilayah yang setidak-tidaknya mencakup jumlah anggota, kegiatan dan masalah yang dihadapi wilayah.

9.      Melalui Ketua wilayah, menyampaikan laporan pertanggung jawaban dalam Muswil.

10.  Ketua wilayah berwenang menyusun kepengurusan serta membuat Pedoman Pembagian Tugas dan Wewenang antar anggota Pengurus.

D. Persyaratan untuk menjadi Ketua wilayah adalah:

1.      Terdaftar sebagai anggota IKATWI dan selama menjadi anggota telah membuktikan usahanya untuk mengembangkan organisasi IKATWI.

2.      Tidak pernah terkena sanksi organisasi.

3.      Sudah menjadi anggota IKATWI sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun.

4.      Melunasi iuran keanggotaan tanpa terputus sejak mulai menjadi anggota IKATWI.

5.      Telah melunasi iuran untuk masa jabatannya.

6.      Berpengalaman mengelola organisasi sedikitnya 3 (tiga) tahun.

7.      Sanggup mengembangkan hubungan luas dengan instansi/lembaga, terutama di tingkat Daerah.

8.      Menyampaikan visi dan misi bagi pengembangan kualitas organisasi.

9.      Menyatakan kesediaan untuk dicalonkan dan kesanggupannya untuk aktif memimpin kepengurusan.

10.  Mengajukan program kerja yang mengacu kepada rencana induk organisasi.

11.  Hadir dan menyampaikan presentasi dalam Muswil

12.  Mengajukan pencalonan sesuai persyaratan yang dibuat oleh Panitia Pelaksana Muswil.

13.  Ketua Daerah menjalankan tugasnya segera setelah dilakukan serah terima dengan Ketua wilayah demisioner.

14.  Serah terima kepengurusan harus telah dilakukan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan setelah selesai Muswil.

15.  Ketua wilayah dapat menjabat sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali masa kepengurusan Daerah secara berturut-turut.

16.  Anggota yang bertempat tinggal di daerah yang belum mempunyai Pengurus wilayah dapat menjadi anggota dari Daerah terdekat.

E. Tata Cara Pengelolaan:

1.      Pengurus Daerah selambat-lambatnya harus sudah terbentuk 1 (satu) bulan setelah Musda.

2.      Pengurus Daerah harus sudah mendapatkan pengesahkan secara tertulis dari Pengurus Pusat selambat-lambatnya 2 (dua ) minggu setelah pemberitahuan Pengurus Daerah.

3.      Dalam kepengurusan Daerah dapat dibentuk Badan Kelengkapan Organisasi tingkat Daerah dengan fungsi memberi saran kepada Pengurus Daerah diminta maupun tidak diminta.

4.      Ketua Daerah dipilih dalam Sidang Musda dengan mengikuti prosedur pencalonan yang ditetapkan oleh Panitia Pemilihan Ketua Daerah.

Pasal 8

Rapat Anggota

1.      Rapat Anggota adalah Rapat Pengurus lengkap di tingkat Daerah yang dihadiri oleh Pengurus wilayah, segenap kelengkapan organisasi tingkat wilayah dan anggota.

2.      Rapat Anggota dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali selama 1 (satu) periode kepengurusan.

3.       Rapat Anggota dilakukan untuk mengambil keputusan mengenai masalah-masalah penting dan mendesak.

Pasal 9

Rapat Pengurus Daerah

1. Rapat Pengurus wilayah merupakan rapat pengurus lengkap di tingkat Daerah.

2. Rapat Pengurus wilayah dilakukan rutin setidak-tidaknya 1 (satu) bulan 1 (satu) kali.

BAB III

KEPUTUSAN

Pasal 10

Proses Pengambilan Keputusan

1.      Semua keputusan yang diambil dalam organisasi dan badan kelengkapan IKATWI dilakukan secara musyawarah dan mufakat.

2.      Apabila tidak dapat tercapai melalui musyawarah dan mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan perhitungan suara terbanyak.

3.      Proses pengambilan keputusan yang menyangkut perseorangan, dilakukan dengan menjaga asas praduga tak bersalah.

BAB IV

KEANGGOTAAN

Pasal 11

Ketentuan

Anggota IKATWI terdiri atas:

1.      Anggota Biasa adalah terapis wicara yang terdaftar, telah lulus dari lembaga pendidikan terapi wicara sekurang-kurangnya tingkat Diploma III baik dalam maupun luar negeri

2.      Anggota Luar Biasa adalah mahasiswa terapi wicara tingkat akhir.

3.      Anggota Kehormatan adalah mereka yang diangkat oleh Pengurus Pusat sehubungan dengan jasa dan pengabdian dalam mengajukan terapi wicara di Indonesia

 

Pasal 12

Tata Cara Penerimaan Anggota

1.      Untuk menjadi anggota biasa dan anggota luar biasa, calon harus memenuhi persyaratan administarif yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

2.      Calon anggota mengisi formulir keanggotaan yang disediakan Pengurus wilayah atau Pengurus wilayah terdekat bagi wilayah yang belum ada pengurus wilayahnya.

3.      Formulir keanggotaan diteruskan Pengurus wilayah kepada Pengurus Pusat sesuai tata cara adiminsitrasi yang berlaku.

4.      Kartu Tanda Anggota IKATWI diterbitkan oleh Pengurus Pusat bagi calon anggota yang keanggotaannya telah disetujui oleh Pengurus wilayah.

Pasal 13

Hak Anggota

1.      Anggota Biasa berhak menyampaikan pendapat, usul atau pertanyaan lisan atau tertulis kepada pengurus, mengikuti semua kegiatan organisasi dan memilih serta dipilih.

2.      Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan, berhak menyampaikan pendapat, mengajukan usul atau pertanyaan lisan atau tertulis kepada pengurus dan mengikuti kegiatan organisasi tetapi tidak berhak memilih dan dipilih.

3.      Setiap anggota berhak mendapat perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan tugas keorganisasian dan/atau kegiatan keilmuan maupun kegiatan profesi.

Pasal 14

Kewajiban Anggota

1.      Setia kepada Organisasi.

2.      Menjunjung tinggi Kode Etik Terapi Wicara.

3.      Tunduk dan patuh kepada Keputusan-Keputusan dan peraturan-peraturan Organisasi.

4.      Menjaga nama baik organisasi.

5.      Turut melaksanakan dan mendukung amal usaha Organisasi.

6.      Membayar Uang Pangkal.

7.      Melunasi iuran Anggota tepat waktu.

Pasal 15

Kehilangan Keanggotaan

1.      Anggota kehilangan keanggotaannya karena meninggal dunia, atas permintaan sendiri atau diberhentikan.

2.      Anggota dapat diberhentikan karena bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh organisasi serta bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik IKATWI.

Pasal 16

Tata Cara Pemberhentian Anggota

1.      Pemberhentian anggota atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Pengurus Pusat sekurang-kurangnya satu bulan sebelumnya.

2.      Atas ketetapan Pengurus Pusat atau usul Pengurus wilayah, seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara paling lama 6 (enam) bulan oleh Pengurus Pusat sesudah didahului dengan peringatan, karena dianggap melakukan perbuatan/tindakan yang melanggar Kode Etik dan/atau merugikan organisasi.

3.      Atas ketetapan Pengurus Pusat atau usul Pengurus wilayah, masa pemberhentian sementara seorang anggota yang dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan.
Paling lama 6 (enam) bulan sesudah pemberhentian sementara, Pengurus Daerah dapat merehabilitasi atau mengusulkan pemberhentian/pemecatan kepada Pengurus Pusat untuk dikukuhkan.

4.      Keputusan Pemberhentian Sementara, Pencabutan Pemberhentian Sementara dan Pemecatan seorang anggota harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan paling lama 1 (satu) minggu sejak tanggal keputusan dengan tembusan-tembusannya kepada semua Pengurus Daerah dan atau instansi terkait.

5.       Keputusan tersebut dapat diumumkan dalam berita penerbitan resmi IKATWI.

Pasal 19

Pembelaan

1.      Anggota yang dikenakan pemberhentian sementara dapat mengajukan pembelaan diri di depan Pengurus Pusat dengan tata cara pembelaan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

2.      Keputusan Musyawarah Nasional dapat membatalkan, mengubah atau memperkuat keputusan mengenai anggota berdasarkan atas pembelaan yang diajukan oleh anggota tersebut dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) dari jumlah utusan yang hadir dalam Musyawarah Nasional.

 

Pasal 20

Sanksi Organisasi

1.      Pengurus Pusat dengan persetujuan Rapat Pengurus dapat mengambil tindakan administratif terhadap Pengurus wilayah yang tindakannya secara perorangan atau bersama-sama merugikan nama baik organisasi.

2.      Dalam keadaan dimana Pengurus wilayah secara keseluruhan dikenai sanksi administratif, maka sampai ada penyelesaian lebih lanjut dari Pengurus Pusat, tanggung jawab kepengurusan tingkat Daerah tersebut diambil alih atau diputuskan lain oleh Pengurus Pusat.

BAB V

KEUANGAN

Pasal 21

Sumber dan Penjelasan Keuangan

1.      Besarnya uang pangkal ditetapkan oleh Rapat Kerja.

2.      Besarnya uang iuran ditentukan sesuai kebutuhan Wilayah  dan disahkan dalam Rapat kerja.

3.      Setengah (50%) uang pangkal diserahkan kepada Pengurus Pusat sedangkan selebihnya untuk Pengurus Daerah.

4.      Dua Puluh lima persen (40%) dari uang iuran diserahkan kepada Pengurus Pusat, sedangkan selebihnya untuk Pengurus Daerah. Besarnnya uang iuran minimal adalah Rp. 10.000.- dan ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional.

5.      Hasil sumbangan/usaha lain di luar uang pangkal dan uang iuran harus dilaporkan kepada Musyawarah Nasional atau Musda.

6.      Musyawarah Nasional dibiayai oleh semua anggota IKATWI.

7.       Musyawarah Nasional dan Musda dapat memeriksa pertanggung-jawaban keuangan dengan membentuk "Panitia Pemeriksa Keuangan".

8.      Keperluan Umum dari organisasi dibiayai bersama oleh Daerah yang jumlahnya ditetapkan oleh Rapat Pengurus Pusat dengan memperhatikan kondisi Daerah.

9.      Biaya untuk keperluan Daerah setempat ditanggung oleh masing-masing Daerah yang bersangkutan menurut Keputusan Rapat Pengurus Daerah.

10.  Laporan keuangan dan hak milik organisasi beserta badan yang dibentuknya, harus dibuat sekurang-kurangnya satu kali dalam setiap tahun.

11.   Laporan keuangan pada tingkat Daerah, disampaikan dalam rapat-rapat pada tingkat Daerah dan tembusan kepada Pengurus Pusat, serta bersifat terbuka untuk diperiksa.

12.   Laporan keuangan pada tingkat pusat, disampaikan dalam rapat-rapat pada tingkat pusat, Rapat Kerja dan Musyawarah Nasional, dan bersifat terbuka untuk diperiksa.

13.   Ketentuan-ketentuan mengenai sistem pelaporan ditentukan dalam ketetapan-ketetapan tersendiri.

BAB VIII

Praktek Terapi Wicara

Pasal 22

Definisi, Surat Izin Terapi Wicar dan Surat Izin  Praktek Terapi Wicara

1.      Praktek Terapi Wicara adalah kegiatan yang dilakukan oleh Terapis Wicara dalam memberikan jasa/praktek kepadaa masyarakat daladm pemecahan masalah gangguan Bahsa Bicara dan Menelan yang bersifat individual maupun kelompok. Termasuk dalam pengertian praktek Terapi Wicara adalah  tindakan yang berkaitan dengan kegiatan annamnesa, Assessmen, diagnosis, prognosis, tindakan terapi, evaluasi dan konsultasi.

2.      Pengertian dan persyaratan untuk mencari Surat Izin Terapi Wicara sesuai Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia  NOMOR 867/MENKES/PER/VIII/2004

3.      Pengertian dan persyaratan untuk mencari Surat Izin Praktek Terapi Wicara sesuai Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia  NOMOR : 867/MENKES/PER/VIII/2004

4.      Ketentuan Persyaratan tambahan untuk membuat Surat Izin Praktek Terapi Wicara selanjutnya akan ditetapkan dalam ketentuan tersendiri oleh Ketua Umum IKATWI Pusat melalui Rapat Kerja Nasional.

BAB IX

BENDERA, LAMBANG, dan LAGU

Pasal 22

Tata cara penggunaan

1.      Organisasi IKATWI memiliki bendera, lambang,  dan lagu.

2.      Ukuran, bentuk dan penggunaan bendera dan  lambang ditentukan dengan peraturan khusus Pengurus Pusat dan ditetapkan dalam Raker untuk selanjutnya dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional.

3.      Lagu resmi IKATWI terdiri dari "Mars IKATWI" dan "Hymne IKATWI".

4.      Bendera, lambang, dan lagu IKATWI ditetapkan dalam Musyawarah Nasional.

BAB X

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 24

Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

1.      Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IKATWI hanya dilakukan dalam Musyawarah Nasional.

2.      Rencana perubahan harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah utusan Musyawarah Nasional yang hadir untuk memenuhi acara tersebut.

BAB XI

Pasal 25

Pembubaran Organisasi

1.      Pembubaran IKATWI hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional yang dilaksanakan khusus untuk itu.

2.      Keputusan pembubaran IKATWI harus disetujui sekurang-kurangnya oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah utusan yang hadir dalam Musyawarah Nasional.

3.       Sesudah pembubaran, maka segala hak milik IKATWI diserahkan kepada badan-badan sosial atau perkumpulan-perkumpulan yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.

BAB XII

Pasal 26

Aturan Tambahan

1.      Setiap anggota IKATWI dianggap telah mengetahui isi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IKATWI.

2.      Penyelesaian perbedaan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diputuskan oleh Pengurus Pusat dengan mengikut sertakan pihak-pihak yang berbeda pendapat.

3.      Bila terdapat hal-hal mendesak yang belum diatur dalam ART ini, Pengurus Pusat dapat mengambil kebijakan tersendiri yang sebelumnya dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait dan harus dipertanggung jawabkan dalam raker atau Musyawarah Nasional berikutnya.

4.      Hal-hal yang belum tercantum di dalam Anggaran Rumah Tangga ini yang menyangkut teknis operasional, diatur dalam suatu peraturan tersendiri oleh Pengurus Pusat, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga ini.

BAB XIII

PENUTUP

Pasal 27

Pengesahan

1.      Dengan disahkanya Anggaran Rumah Tangga ini, maka Anggran Rumah Tangga yang disahkan dalam Munas I IKATWI tahun 2001 di Jakarta dinyatakan tidak berlaku lagi.

2.      Anggran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal disahkan.

 

 HOME

TERIMA     KASIH     ATAS     KUNJUNGAN     ANDA

© copyright ikatwi, Jakarta, 2007, edited 2011

created by Kadek Pandreadi