|
|||
M
E N U :
|
|||
KODE
ETIK TERAPIS WICARA INDONESIA
MUKADIMAH Berdasarkan
kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, Terapis
Wicara Indonesia
menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi
terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Dalam kegiatannya, Terapis Wicara
Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat Indonesia khususnya kesehatan dalam bidang bahasa bicara. Terapis
wicara menyadari bahwa dirinya adalah pribadi, anggota masyarakat,
dan anggota profesi dalam hidup dan kehidupannya itu berada dan terikat
oleh tata nilai, norma-norma dan peraturan perundangan yang berlaku dan
dijunjung tinggi. Dilandasi oleh kesadaran itu, terapis wicara dalam
mengabadikan dirinya mengamalkan profesinya harus mengacu dan mentaati
tata nilai tersebut serta bertanggungjawab terhadap pencapaian
kesejahteraan umat manusia sebagai hak asasi setiap manusia. Kesadaran
diri tersebut merupakan dasar bagi
bagi Terapis Wicara Indonesia untuk selalu berupaya melindungi
hak azasi dan nilai-nilai yang dimiliki dan diyakini oleh klien atau
pasien yang meminta jasa pelayanan
terapis wicara beserta semua pihak yang terkait dalam pemberian
pelayanan tersebut atau pihak yang menjadi obyek studinya. Pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki hanya digunakan untuk tujuan yang taat
asas berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 serta
nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya dan mencegah penyalahgunaannya oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab. Pokok-pokok
pikiran tersebut dirumuskan dalam KODE ETIK
TERAPIS WICARA INDONESIA sebagai perangkat nilai-nilai untuk
ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan pelayanan selaku Terapis
Wicara Indonesia. BAB
I PEDOMAN
UMUM Pasal
1 PENGERTIAN a)
Terapis
wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik
disalam maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (PERMENKES
RI No.: 867/MENKES /PER/VIII/2004 ). b)
JASA TERAPIS WICARA adalah jasa kepada perorangan atau kelompok
yang diberikan oleh Terapis Wicara
Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangannya. c)
PRAKTIK TERAPI WICARA adalah kegiatan yang dilakukan oleh oleh
terapis wicara dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam
membantu masalah yang
berhubungan dengan gangguan bahasa bicara dan menelan. Termasuk dalam
pengertian praktik Terapi Wicara tersebut adalah tindakan annamnesa,
assessmen, diagnosa, perencanaan terapi, pelaksanaan terapi dan
reevaluasi. Seorang terapis wicara
bisa melakukan praktek atau memberikan jasa pelayanan
kepada seseorang atau kelompok harus memiliki Surat Izin Praktek
Terapis Wicara. (PERMENKES
RI No.: 867/MENKES /PER/VIII/2004 ). d)
PEMAKAI JASA TERAPI WICARA adalah perorangan, kelompok, yang
menerima dan meminta jasa/praktik Terapis Wicara. Pemakai Jasa
Terapis Wicara juga dikenal dengan sebutan KLIEN atau PASIEN. Pasal
2 TANGGUNG
JAWAB Dalam
melaksanakan kegiatannya, Terapis Wicara mengutamakan kompetensi,
obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma
keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya. Pasal
3 BATAS
KEILMUAN Terapis
Wicara menyadari sepenuhnya batas-batas ilmu Terapi Wicara dan
keterbatasan keilmuannya. Pasal
4 PERILAKU
DAN CITRA PROFESI a)
Terapis Wicara menyadari bahwa dalam melaksanakan kewajibannya
sebagai tenaga terapi wicara harus mempertimbangkan dan mengindahkan
etika dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. b)
Terapis Wicara wajib menyadari bahwa perilakunya dapat
mempengaruhi citra Terapi Wicara Indonesia. BAB
II HUBUNGAN
PROFESIONAL Pasal
5 HUBUNGAN
ANTAR REKAN PROFESI a)
Terapis Wicara wajib menghargai, menghormati dan menjaga hak-hak
serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat akademisi maupun sejawat
praktisi. b)
Terapis Wicara
seyogianya saling memberikan umpan balik untuk peningkatan keahlian
profesinya. c)
Terapis Wicara wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka
mencegah terjadinya pelanggaran kode etik Terapi Wicara. d)
Terapis Wicara wajib melaporkan kepada organisasi profesi apabila
terjadi pelanggaran kode etik yang di luar batas kompetensi dan
kewenangan terapi wicara. Pasal
6 HUBUNGAN
DENGAN PROFESI LAIN a)
Terapis Wicara wajib menghargai, menghormati kompetensi dan
kewenangan rekan dari profesi lain. b)
Terapis Wicara wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa atau
praktikTerapi Wicara oleh orang atau pihak lain yang tidak memiliki
kompetensi dan kewenangan. BAB
III PEMBERIAN
JASA/PRAKTIK TERAPI WICARA Pasal
7 PELAKSANAAN
KEGIATAN SESUAI BATAS KEAHLIAN/KEWENANGAN a)
Terapis Wicara hanya memberikan jasa/praktik Terapi Wicara dalam
hubungannya dengan kompetensi yang bersifat obyektif sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam keahlian Terapi Wicara. b)
Terapis Wicara dalam memberikan jasa/praktik Terapi Wicara wajib
menghormati hak-hak lembaga/organisasi/institusi tempat melaksanakan
kegiatan di bidang pelayanan, pelatihan, dan pendidikan sejauh tidak
bertentangan dengan kompetensi dan kewenangannya. Pasal
8 SIKAP
PROFESIONAL DAN PERLAKUAN
TERHADAP PASIEN ATAU KLIEN Dalam
memberikan jasa/praktik Terapi Wicara kepada pemakai jasa atau klien,
baik yang bersifat perorangan atau kelompok
sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, Terapis Wicara
berkewajiban untuk: a)
Mengutamakan dasar-dasar profesional. b)
Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya. c)
Melindungi pasien atau klien dari akibat yang merugikan sebagai
dampak jasa/praktik
yang diterimanya. d)
Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai jasa
atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan
tersebut. e)
Dalam hal dimana pasien atau klien yang menghadapi kemungkinan
akan terkena dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian
Terapi Wicara yang dilakukan oleh Terapis Wicara maka pasien atau klien
tersebut harus diberitahu. Pasal
9 ASAS
KESEDIAAN Terapis Wicara wajib menghormati dan menghargai hak pasien atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/praktik Terapi Wicara, mengingat asas sukarela yang mendasari pasien dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian jasa/praktik Terapi Wicara Pasal
10 INTERPRETASI
HASIL PEMERIKSAAN Interpretasi
hasil pemeriksaan Terapi Wicara tentang klien atau pemakai jasa Terapi
Wicara hanya boleh dilakukan oleh Terapis Wicara berdasarkan kompetensi
dan kewenangan. Pasal
11 PEMANFAATAN
DAN PENYAMPAIAN
HASIL PEMERIKSAAN Pemanfaatan
hasil pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku
dalam praktik Terapi Wicara. Penyampaian hasil pemeriksaan Terapi
Wicarak diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau
pemakai jasa. Pasal
12 KERAHASIAAN
DATA DAN
HASIL PEMERIKSAAN Terapis
Wicara wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai
jasa Terapi Wicara dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam
hal ini keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh Terapis
Wicara dalam rangka pemberian jasa/praktik Terapi Wicara wajib mematuhi
hal-hal sebagai berikut: a)
Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan
hanya memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan pemberian
jasa/praktik Terapi Wicara. b)
Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang
secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa Terapi
Wicara. c)
Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis
kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk
kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut
identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan. d)
Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain
atas persetujuan klien atau penasehat hukumnya. e)
Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu
untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka Terapis Wicara wajib
melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami hal-hal yang merugikan. Pasal
13 PENCANTUMAN
IDENTITAS DARI
PRAKTIK TERAPI WICARA Segala
keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik Terapi Wicara sesuai
keahlian yang dimilikinya, pada pembuatan laporan secara tertulis
Psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama jelas,
dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban. BAB
IV PERNYATAAN Pasal
14 PERNYATAAN a)
Dalam memberikan pernyataan dan keterangan/penjelasan ilmiah
kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur media baik lisan maupun
tertulis, Terapis Wicara bersikap bijaksana, jujur, teliti, hati-hati,
lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau golongan,
dengan berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang
keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik Terapi
Wicara. Pernyataan yang diberikan Terapis Wicara mencerminkan
keilmuannya, sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara
benar. b)
Dalam melakukan publikasi keahliannya, Terapis Wicara bersikap
bijaksana, wajar dan jujur dengan memperhatikan kewenangan sesuai
ketentuan yang berlaku untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta
menyesatkan masyarakat pengguna jasa Terapi Wicara. BAB
V KARYA
CIPTA Pasal
15 PENGHARGAAN
TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN DAN PEMANFAATAN
KARYA CIPTA PIHAK LAIN Karya
cipta Terapi Wicara dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya
harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan
ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak intelektual yang
berlaku. a)
Terapis Wicara wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. b)
Terapis Wicara tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil
karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya. c)
Terapis Wicara tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi,
memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain
tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta. Pasal
16 PENGGUNAAN
DAN PENGUASAAN SARANA
DAN PRASARANA PELAYANAN TERAPI WICARA a)
Terapis Wicara wajib membuat kesepakatan dengan lembaga/institusi/organisasi
tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah
pengadaan, pemilikan, penggunaan, penguasaan sarana dan prasarana
pelayanan Terapi Wicara. b)
Terapis Wicara wajib menjaga agar sarana prasarana pelayanan
Terapi Wicara tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang
dan yang tidak berkompeten. BAB
VI PENGAWASAN
PELAKSANAAN KODE ETIK Pasal
17 PELANGGARAN Setiap
penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian Terapi Wicara dan setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Terapi Wicara Indonesia dapat dikenakan
sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana
diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Ikatan Terapis Wicara
Indonesia (IKATWI) Pasal
18 PENYELESAIAN
MASALAH PELANGGARAN KODE
ETIK TERAPI WICARA INDONESIA a)
Penyelesaian masalah pelanggaraan Kode Etik Terapi Wicara
Indonesia oleh Terapis Wicara dilakukan oleh Majelis Terapi Wicara
dengan memperhatikan laporan dan memberi kesempatan membela diri. b)
Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik
Terapi Wicara yang belum diatur dalam Kode Etik Terapi Wicara Indonesia
maka Ikatan Terapi Wicara Indonesia wajib mengundang Majelis Terapi
Wicara untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam Munas BAB
VI PENUTUP Kode
Etik Terapi Wicara Indonesia bersifat mengikat dan setiap Terapis Wicara Indonesia wajib mematuhinya tanpa
pandang bulu. Home
|
© copyright ikatwi, Jakarta, 2007, edited 2011
created by Kadek Pandreadi